Sabtu, 14 Juni 2008

Jelang Pengumuman

Jumat, 13 Juni 2008

Entah kenapa rasa gelisah itu ada. Ketakutan yang tak pernah saya rasakan di ujian2 seblumnya, SD maupun SMP. Dan ini mencapai puncaknya ketika saya temukan tulisan Bayangkan Kemungkinan Terpahit...Entah darimana bayangan itu datang. Muncul dalam benak : siswa bernama vivin tak lulus.

dan tangis itu mengiringi malam saya...

14 Juni...

1 message received, my mom!

Alhamdulillah, lulus...no 7 dikelas....

Lalu saya temui Dia. Haru dalam sujud syukur... Alhamdulillah... rupanya ini tho, yang dikatakan buku itu. Membayangkan kemungkinan terpahit akan menjadikan kita lbh bersyukur sangat. Seperti halnya orang yang berpikir bahwa dia akan dibunuh, lalu dia akan sangat bersyukur ketika dia ”hanya” dipenjara.

Ya, walau mgkin cita2 saya gugur....di no 7 thok sisan. Tapi tetep, ALHAMDULILLAH... LULUS.... dan lagi yang membuat saya amat sangat bangga sekali, tidak ada seorang pun turut serta dalam pembuatan nilai saya... hehee... nilai saya murni gitu logh. Muga nilai yang barokah....aminnn...

Tapi perjuangan belum berakhir....nyari skul donk...

Tulisan ini yang mbuat saya smangat lg, dari eramuslim.com, tapi saya edit2 dikit yach, nyesuaiin sikon saya...

..Bahwa tidak selalu apa yang kita inginkan itu dapat terpenuhi. Karena belum tentu apa yang kita inginkan itu adalah sesuatu yang benar-benar terbaik untuk kita. Kita hanya berfikir dan merasa bahwa hal itu adalah sesuatu yang benar-benar kita inginkan dan butuhkan. Namun kemudian kita seperti mengejar fatamorgana; ketika semua kita dapatkan ternyata kita hanya menemui kehampaan dan merasa masih ada dan selalu ada yang kurang.

Maka, saat kita mendapatkan sesuatu yang tak diinginkan sebenarnya adalah suatu anugerah. Di dalamnya terdapat ruang untuk kita merenungkan adanya kuasa dan kasih Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wahana untuk melakukan introspeksi diri terhadap proses yang dijalani dalam rangka menemukan beberapa catatan perbaikan di masa mendatang, Juga sebuah pengukuran terhadap kadar tawakal dan sabar yang kita miliki.

Menerima sesuatu yang tak diinginkan semestinya memang menjadi sifat muslim/muslimat sejati. Logikanya adalah bahwa keinginan yang tak terbatas sungguh sangat tak berbanding lurus dengan kemampuan yang serba terbatas. Bahwa tak setitikpun manusia mengetahui grand scenario Allah di Lauhul Mahfudz sana. Dan, sungguh, tak ada yang kebetulan. Semua serba rapi dan serba teratur dari yang Maha Rapi dan Maha Teratur Allah Subhanahu wa Ta’ala. Menerima sesuatu yang tak diinginkan merupakan rangkaian sikap dari struktur RIP (rencana, ikhtiar dan doa, pasrah).

Bermula dari sebuah perencanaan yang baik dan matang. Kemudian diimplementasikan ke dalam amalan yang optimal sebatas kemampuan, dibalut untaian doa pada Allah mengharap ridhoNya serta kebaikan dunia dan akhirat. Lalu berakhir pada kepasrahan seorang hamba dalam keyakinannya akan kehadiran Allah yang Maha Ada....